Secara statistik diketahui bahwa; pembunuh utama para pendaki bukan terpeleset di jurang, bukan tergantung di tebing, bukan dipatuk ular berbisa, bukan menghirup gas beracun, dll. Pembunuh utamanya adalah hypotermia; kondisi ketika suhu tubuh turun melewati ambang batas minimal yang diperbolehkan. Ketika kelaparan dan baju basah, sehingga suhu tubuh turun akibat “terhisap” udara dingin di sekeliling.
Saat gigilan otot (waktu) kedinginan berhenti, lalu diganti kantuk yang luar biasa. Dan saat tertidur, maka sang malaikat maut datang menjemput. Umumnya semua diawali dengan TERSESAT. Bukan waktu naik gunung, namun, pada saat TURUN GUNUNG.
Skenario kronologis yang sangat umum adalah; ketika pendaki keluar jalur. Yang tadinya di punggungan, terbelokan masuk ke dalam lembah. Baik tak sengaja, akibat kehilangan kesiagaan diri. Atau disengaja, karena mendengar iming-iming suara gemercik air, di tengah kehausan luar biasa yang melanda.
Tanpa makanan orang (normal) bisa bertahan sampai 3 minggu, namun tanpa air, paling lama hanya bisa hidup selama 2-3 hari saja, akibat mengalami dehidrasi dan heat-stroke.
Dulu, pada tahun 70-an awal, sempat berkembang pemikiran, jika tersesat di gunung, masuk lembah dan temukan aliran sungai. Pada suatu saat sungai akan mengalir masuk ke kampung, dimana bantuan pertolongan tersedia. Sepertinya ini sebuah argumentasi yang logis, namun faktanya tidak demikian.
Lembah yang bersungai, cenderung tergerus sisi-sisinya, menyisakan tebing curam, yang bisa jadi jebakan. Bisa dituruni, namun tidak untuk dinaiki kembali. Gerusan itu kadang harus melompat, menyediakan sekian banyak air terjun, yang licin dan curam.
Sungai di lembah cenderung lembab berlumut, akibatnya pakaian dengan mudah menjadi basah. Lalu suhu tubuh melorot (turun), api tak bisa nyala (hidup) karena basah, ketika malam tiba, bahaya hypotermia sudah tepat di pelupuk mata.
Khusus gunung berapi, gas racun lebih berat dari udara, sehingga dengan mudah mengendap di daerah lembah. Sekali terhisap anda bisa lewat (mati).
Pada saat ini, semua sepakat, seluruh pendaki gunung, naik dan turun gunung harus tetap di punggungan. Jangan pernah sekali sekali masuk ke dalam lembah, jika tidak ingin (tidak siap) mengalami musibah / resiko fatal.
Namun hal ini akan berdampak pada seluruh kemampuan, perencanaan, persiapan, pelaksanaannya di lapangan. Seperti contoh berikut :
1. BERJALAN DI PUNGGUNGAN ,
Caranya lihat kiri dan kanan. Jika sebelah kiri / kanan gelap, maka anda berjalan di lereng menuju lembah. Jika kedua sisi gelap, artinya anda sudah di dalam lembah. Jika kedua sisi terang artinya anda aman dan tetap di punggungan. Saat di lereng, bisa saja ada sejenis paku yang merambat (paku andam). Tertutup humus sehingga nampak seperti tanah, tapi saat diinjak anda bisa terjeblos pada jurang dalam di bawahnya.
2. TETAP DI PUNGGUNGAN
Jika terjadi sesuatu, tetap mengambil posisi di punggungan. Team SAR manapun akan memulai penyisiran dari punggungan, sebagai string-line baku. Keberadaan anda di sana, memudahkan anda untuk segera ditemukan. Selain itu, punggungan akan lebih memudahkan untuk melakukan komunikasi.
3. HEMAT AIR
Ingat, aliran air hanya ada di lembah, dan jarang ditemukan di punggungan. Akibatnya anda harus membawa perbekalan air yang cukup. Setidaknya 1/3 dari berat ransel anda adalah air. Yaitu untuk minum dan masak. Kalau kebetulan menemukan genangan air, segera penuhi kembali jarigen air yang anda bawa, sehingga selalu 1/3 berat ransel adalah air. Jangan pernah tergoda dengan ringannya ransel, akibat air berkurang.
4. AIR SELAMA BERJALAN
Selama berjalan, usahakan agar tidak banyak meminum air di vedples jika tak perlu. Khawatir tak mampu menahan diri, untuk meminum kebanyakan, yang bisa membuat anda justru sulit bergerak. Sebagai pengganti, cari air di lapangan. Bisa dari oyot pohon, batang pisang, kentang tanah, lumut, dll.
5. DAN LAIN LAIN
Yang paling berbahaya adalah sebuah pemikiran : Saat puncak gunung digapai, maka tantangan terberat lewat sudah, sekarang tinggal pulang dengan santai. Biar ransel ringan, lalu makanan dihabiskan, cadangan air minum terbuang-buang percuma.
JAUH LEBIH BERBAHAYA TURUN GUNUNG ketimbang naik ke puncak gunung. Jauh lebih memakan korban saat turun dari pincak gunung, ketimbang waktu naik ke puncak gunung.
Jadi siagakan dirimu dengan sebaik-baiknya. Karena menjadi tak lucu, sehat ketika berangkat pulang dalam kantung mayat. Hanya karena sebuah pemikiran yang salah kaprah, be prepare and keep allert please …
[diteruskan dari catatan : Yat Lessie ]
Share kepada sesama penggiat alam terbuka
Semoga bermanfaat, Jabat salam topi rimba.!!
0 komentar:
Posting Komentar